Aktivis Kampus dan Tanggung Jawab Sosial
Oleh: Muhammad
Akmal Ashari
Siang hari yang begitu panas menambah pekat aroma asap
knalpot kendaraan dan debu jalanan yang berterbangan kesana kemari. Pada saat
yang sama ada sekelompok mahasiswa yang berjumlah puluhan, ratusan, hingga
ribuan berjalanan secara teratur menuju kantor pemerintah dan gedung DPR.
Belasan hingga puluhan bendera lembaga mahasiswa serta Sang Merah Putih
berkibar dengan gagahnya. Mobil pengeras suara disiapkan dengan matang dan sang
komandan aksi telah bersuara lantang memperjuangkan keadilan untuk rakyat. Debu
berterbangan dan hinggap membekas disetiap helaian jaket almamater peserta
aksi. ‘Inilah perjuangan’, begitu kira-kira ujar sang mahasiswa.
Di
tempat lain, di sebuah desa terpencil sekelompok mahasiswa sedang asyik
mengajar anak-anak sekelas TK dan SD. Melalui gerakan mengajar, mahasiswa ini
terus tanpa lelah mengajar anak-anak yang minim akses untuk pendidikan.
Sekalipun harus menghadapi tangisan, keributan, dan main-mainnya anak-anak,
mereka tetap bertahan pada keyakinannya bahwa kehidupan bangsa harus
dicerdaskan. ‘Inilah perjuanganku, mudah-mudahan kamu semua jadi anak-anak yang
bisa membanggakan bangsa dan negara ya dik’, senada dengan mahasiswa aktivis
jalanan.
Di belahan
bumi lain, sekelompok mahasiswa asal Indonesia sedang serius mempresentasikan
hasil penelitian mereka disebuah konferensi internasional. Menjelaskan hasil
penelitian mereka secara detail dan komprehensif di hadapan para ilmuwan top
dunia, serta menjawab berbagai pertanyaan demi pertanyaan yang begitu sulit
dari para juri dan audiens disana. Berbalut jas hitam rapi, mahasiswa asal
Indonesia ini berhasil mendapatkan berbagai penghargaan hingga medali emas
sebagai bukti keberhasilan mereka aktif dikancah dunia. ‘Inilah perjuanganku,
semoga mampu membanggakan Nusa dan Bangsa’, gumam mereka dalam hati. Tak terasa
air mata kebahagiaan menetes sebagai bukti bahwa mereka telah turut mengambil
peran untuk bangsa ini.
Kisah-kisah
tersebut bagi saya bukanlah sebuah kisah fiksi yang sering kali muncul dilayar
ponsel ketika berselancar di dunia maya, bukan pula kisah-kisah yang dibuat
hanya untuk menyemangati generasi muda Indonesia. Kisah-kisah ini nyata adanya,
banyak diantara pemuda dan mahasiswa yang menjadi aktivis menyuarakan dan
menuntut keadilan untuk rakyat meskipun harus dihinggapi kotornya debu jalanan.
Banyak pula diantar pemuda dan mahasiswa yang menjadi aktivis-aktivis sosial
dengan mengajar anak-anak di kawasan terpencil yang minim akses pendidikan
dengan menjadi guru yang tidak dibayar sepeser pun untuk mengajar anak-anak
ini. Pun, banyak pula pemuda dan mahasiswa yang menjadi aktivis-aktivis dalam
mimbar akademik, dalam maupun luar negeri. Dari tangan mereka lah ditegaskan
bahwa mahasiswa dan pemuda Indonesia punya karya nyata untuk bangsa dan dunia.
Setiap
orang, terlebih mahasiswa punya jalan dan perannya masing-masing. Kalau boleh
saya mengutip kata-kata Naruto, setiap orang punya ‘jalan ninja’nya
masing-masing. Dan peran-peran inilah yang dibutuhkan Indonesia dalam
menghadapi kerasnya pertarungan global, serta sebagai sarana perbaikan bangsa
melalui jalan yang berbeda. Aktivis kampus lah yang menjadi garda terdepan
untuk berperan dalam semua hal. Lalu apakah jadi aktivis kampus harus bergabung
dengan organisasi kampus? Tidak juga, semua ada jalannya masing-masing. Mau
jadi organisatoris? Silakan. Aktif dikomunitas? Boleh banget. Semua ada jalan
dan wadahnya.
Bagi
saya, menjadi aktivis kampus merupakan sebuah tanggung jawab yang besar bagi
seorang mahasiswa. Bagaimana tidak? Ketika masih menjadi maba (mahasiswa baru)
yang unyu-unyu pun, mereka langsung mengemban amanah besar berupa Tri
Dharma Perguruan Tinggi dan itu bukanlah hal yang bisa dijadikan bahan
bercandaan atau main-main belaka. Sudah menjadi sunatullahnya seorang
pemuda dan mahasiswa menjadi agen-agen perubahan dan menjadi aktor baru perjuangan
bangsa dan negara, serta bermanfaat untuk orang lain ketika mereka sudah keluar
dari dunia kampus.
Menjadi seorang aktivis kampus,
sepenuhnya adalah tanggung jawab sosial mahasiswa. Terlebih lagi mahasiswa
harus menjalankan amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang artinya
mahasiswa harus benar-benar serius menjalankan pendidikan dan penelitian dengan
baik, dan disertai pengabdian secara totalitas untuk masyarakat. Untuk ranah
pendidikan dan penelitian, saya yakin mahasiswa dan seluruh civitas
akademika telah menjalankannya dengan baik dan optimal, dan fokus
berikutnya adalah bagaimana mahasiswa, pemuda, dan seluruh civitas akademika
kampus menjalankan fungsi pengabdian masyarakat dengan total dan optimal.
Kampus sebagai miniatur negara,
tentu menawarkan banyak wadah bagi mahasiswanya untuk menjalankan tanggung
jawab sosialnya selaku pengabdi masyarakat (bukan pengabdi setan ya wkwk).
Organisasi kemahasiswaan seperti BEM, Senat, hingga UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa) hampir seluruhnya memiliki kegiatan sejenis dengan pengabdian
masyarakat. Itu baru di dalam kampus, di luar kampus lebih banyak lagi wadah
bagi mahasiswa dan pemuda untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Baik
itu berupa komunitas, atau bahkan lembaga-lembaga kemanusiaan.
Dan
yang saya perhatikan saat ini, kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat yang
dilakukan oleh para pemuda dan mahasiswa menjadi salah satu yang paling banyak
peminatnya. Melalui berbagai komunitas sosial, kegiatan pengabdian menjadi
lebih mudah dan mengasyikkan. Pun, kedua belah pihak seperti masyarakat maupun
aktivis sosial turut mendapatkan manfaat yang besar. Masyarakat mendapat
manfaat yang besar dari jasa aktivis sosial, dan aktivis sosial mendapat
manfaat yang besar berupa pengalaman berharga. Dan yang saya lihat sekarang
ini, kebanyakan komunitas sosial masyarakat diikuti oleh rekan-rekan
seperjuangan saya (red: mahasiswa).
Menurut
saya, mengabdi adalah tindakan pertanggungjawaban sosial, dan mahasiswa dapat
dikatakan sebagai anak kandung rakyat. Sehingga apapun yang dilakukan oleh
mahasiswa bisa dikatakan sebagai bentuk pertanggungjawabannya untuk masyarakat,
nusa, dan bangsa sekalipun ‘jalan ninja’ yang digunakan tentu berbeda antara
satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. Dan tindakan ini merupakan
implementasi dari berbagai hal yang didapatkan oleh mahasiswa dari kampusnya.
“Bila kaum muda
yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar
untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki
cita-cita sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama
sekali.”
–Tan Malaka
Kutipan
yang saya ambil tersebut adalah kutipan dari Tan Malaka mengenai pendidikan
seorang pemuda, dan saya rasa yang dikatakan oleh Tan Malaka benar adanya.
Menurut saya, sangat disayangkan apabila seorang pemuda dan mahasiswa yang
berpendidikan enggan berbaur dan membagi ilmunya untuk masyarakat. Apabila seorang
pemuda mendapat ilmu, tetapi tidak dimanifestasikan dalam bentuk nyata bagi
saya adalah sebuah hal yang sia-sia dan hanya mengendap begitu saja. Mengingat
zaman selalu bergerak, maka manifestasi ilmu pengetahuan harus benar-benar
digalakkan oleh kaum cerdik-pandai, karena itu adalah bentuk pertanggungjawaban
sosial terlebih bagi seorang aktivis.
“Dari Kampus ke
Kampung”
–Saya
Kutipan diatas adalah sebuah
kata-kata yang saya karang sendiri, dan ini sudah seharusnya menjadi kenyataan
dan dimanifestasikan oleh setiap orang yang mengklaim dirinya sebagai Aktivis
Kampus. Yang saya tahu, di kampus-kampus besar tidak semua mahasiswanya adalah
orang asli dari daerah tersebut, dan sebagian besar justru dari daerah lainnya baik
dari kota maupun dari desa, dan inilah yang membuat saya menggunakan term
‘kampung’ untuk menyebut daerah asal.
Sekarang coba kita lihat realita
masa kini, banyak sekali aktivis kampus yang masih minim kontribusinya dalam
berbagai aktivitas di kampungnya. Ketika di kampus sibuk rapat sana-sini,
bangun jaringan sana-sini, dan lain sebagainya. Namun mirisnya ketika kembali
ke kampung halaman, ikut kumpul anak-anak muda lainnya pun minim kontribusi,
malah masih banyak yang tidak pernah ikut sama sekali. Padahal perlu disadari
bersama, menjadi aktivis kampus pun seharusnya menjadi aktivis kampung, apa
tujuannya? Ya tentu manifestasi ilmu yang telah didapatkan di kampus dan
organisasi kampus, serta sebagai sarana pertanggungjawaban sosial seorang
pemuda dan mahasiswa ketika bersentuhan dengan masyarakat secara langsung.
“Loh tapi kan udah
ada KKN”, perlu kau ketahui bahwa itu berbeda wahai Fergusoo….. KKN hanya
pembelajaran dan menggugurkan kewajiban akademik, sedangkan berbaur dengan
masyarakat sesungguhnya adalah kewajiban tiada henti J
Jadi untuk kamu-kamu yang menjadi
aktivis kampus dimanapun itu, apapun amanah dan jabatanmu, perlu diingat yang
kamu dapatkan adalah sarana pertanggungjawaban sosial dan harus kembali kepada
masyarakat. Aktiflah dimanapun kamu, mau organisasi kampus, komunitas sosial,
hingga Karang Taruna, semua adalah sarana self-developing dan yang terpenting
segala hal yang kamu dapatkan wajib dipertanggungjawabkan dalam manifestasi
nyata.
Komentar
Posting Komentar