Islam dan Perjuangan Kelas
Oleh: Muhammad
Akmal Ashari, Komisi A FSLDK Semarang Raya
Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar frasa ‘perjuangan
kelas’? Sebagian besar pasti akan memikirkan ‘komunisme’, ‘sosialisme’, ‘Karl
Marx’, ‘materialisme’, ‘kaum buruh dan tani’, dan lain-lain sebagainya yang
bermaknakan kerakyatan, ketertindasan dan lain sebagainya. Atau mungkin kalau
hidup di Indonesia akan dicap sebagai orang-orang PKI, atau yang lebih ekstrim
dikatakan ateis dan anti agama. Ya hal-hal tersebut pastinya sering kita dengar
dalam keseharian ketika sedang asyik nongkrong di warung kopi atau
kantin-kantin kampus sembari mendiskusikan permasalahan sosial yang ada masa
kini. Sampai-sampai satu atau dua orang teman kita berteriak ‘Revolusi harga
mati!’ atau ‘perjuangan kelas harga mati!’ hehehe.
Membicarakan
perjuangan kelas, pastinya orang-orang akan berfikiran apa yang telah saya
sebutkan sebelumnya, ya karena pembicaraan ini tidak lazim dibicarakan dalam
ruang publik oleh masyarakat. Pembicaraan-pembicaraan seperti ini hanya lumrah
dikalangan akademisi kampus, dan aktivis-aktivis mahasiswa yang terinspirasi
dan terhipnotis oleh ucapan-ucapan Syaikhul Syuyu’iyyah[1]
internasional Karl Marx bahwa sejarah umat manusia tidak lepas dari usaha-usaha
perjuangan kelas, sehingga dalam aktivitasnya kelompok akademis-aktivis ini
turut memperjuangkan kelas untuk rakyat yang tertindas (dah kayak aktivis
belum?).
Lalu
ada fenomena yang saya perhatikan terkait konsepsi dari perjuangan kelas yang
diucapkan oleh Marx selaku ideolog dari konsep ini, yang mana ia beropini bahwa
sejatinya dalam sejarah umat manusia tak bisa lepas dari adanya upaya
memperjuangkan kelas yang tertindas melawan kelas pemilik modal dan para
penguasa. Hal ini dibuktikan adanya aksi massa yang terjadi di berbagai belahan
dunia yang mengakibatkan meletusnya aksi yang disebut revolusi. Sebut saja
Revolusi Prancis dan Revolusi Rusia. Semua tak lepas dari upaya-upaya untuk
memperjuangkan kelas kaum tertindas dari belenggu penindasan yang dilakukan oleh
kelas bangsawan dan penguasa.
Konsepsi
ini pula mulai terlihat lagi diera modern. Ketika ketimpangan sosial terjadi,
dan jarak antara si kaya dan si miskin begitu jauh, konsepsi perjuangan kelas
mulai bergema kembali lantaran disuarakan oleh kaum aktivis-akademis yang
menggagas segala hal di sudut-sudut kampus, kos, kontrakan dan beraksi heroik
berhiaskan debu jalanan ibu kota.
How about Islam?
Pertanyaan ini muncul dibenak saya ketika membaca kutipan
sebuah meme yang berisikan kata-kata seorang Karl Marx bahwa sejarah
umat manusia tidak lepas dari perjuangan kelas. Dan saya langsung teringat pula
dengan kisah-kisah para nabi, hingga kisah-kisah para sahabat yang tidak lepas
dari konsepsi ‘perjuangan kelas’ ala Islam dan tentunya sesuai dengan
syariat yang ditetapkan oleh-Nya. Saya akan coba menjabarkan secara singkat
bagaimana konsepsi ‘perjuangan kelas’ ala Islam diaplikasikan dalam
kehidupan nyata dan dicatat dalam lembaran-lembaran buku sejarah dunia.
Islam
datang bukan ketika Nabi Muhammad, diutus
oleh Allah menjadi seorang nabi dan rosul saja, tapi lebih jauh kebelakang nabi
dan rasul yang diutus oleh Allah membawa risalah Islam untuk didakwahkan kepada
kaumnya. Mulai dari Adam hingga Muhammad, semua membawa risalah langit untuk disampaikan kepada kaum
jelata, hingga para penguasa. Sejarah membuktikan bahwa para nabi dan rasul
yang diutus oleh Allah, hampir semuanya adalah bagian dari kelompok dan kaum
yang tertindas, memiliki sedikit pengikut dan tak jarang harus berhadapan
dengan para penguasa. Hanya dua nabi dan rasul saja yang menjadi seorang raja
yang disegani oleh manusia dan makhluk lainnya (Daud dan Sulaiman).
Perjuangan kelas dalam Islam
begitu terasa jikalau kita melihat bagaimana perjuangan seorang Musa yang
didampingi Harun dalam misi dakwah hingga harus berhadapan dengan kaum penguasa
dan bangsawan. Firaun, Qarun, dan Haman yang merupakan representasi dari
kelompok Penguasa-Orang Kaya-Bangsawan seakan menjadi tripartite dan
sekutu dalam kezaliman terhadap bangsa Israil ketika itu. Musa diutus, bersama
dengan Harun sebagai pendamping setianya, menyuarakan kepada Firaun bahwa
‘Hanya Allah yang berhak disembah’. Suara perlawanan Musa yang begitu lantang
terhadap kaum penguasa menjadi kekuatan tersendiri bagi perkembangan dakwah
Islam. Puluhan, ratusan, hingga ribuan orang dari Bangsa Israil yang tertindas
akhirnya mengikuti Musa dan Harun serta membebaskan diri mereka dari
penghambaan kepada Firaun, menuju penghambaan hanya kepada Allah semata.
Kisah nabi Musa dan bangsa
Israil menjadi contoh kecil bagaimana dakwah Islam menjadi sebuah langkah awal
dari perjuangan kelas. Contoh yang lebih besar dan meluas justru hadir ketika
nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menjadi khatimul anbiya. Muhammad ﷺ, sejak
awal kelahirannya sudah begitu istimewa bahkan membuat seluruh alam semesta
berbahagia menyambut hadirnya manusia istimewa akhir zaman. Mulai dari bayi
hingga masuk masa mudanya, selalu diisi oleh kegiatan-kegiatan positif, berakhlaq
mulia, cerdas, dan tentu peka terhadap kondisi masyarakat Makkah ketika itu.
Lahir ketika masa jahiliyyahnya bangsa Arab, tentu bukanlah hal yang mudah.
Masa kanak-kanaknya lebih banyak dihabiskan di pinggiran kota Makkah yang lebih
kondusif dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan, justru membuat sikap dan akhlaq
beliau menjadi mulia dimata semua orang yang ada disana. Kemuliaannya
menghantarkan beliau menjadi orang yang berhak memindahkan Hajar Aswad
dihadapan empat kabilah besar, dan dilamar seorang saudagar wanita kaya raya.
Masuk usia ke-40, beliau mulai
memikirkan nasib penduduk kota Makkah yang semakin jauh dari adab dan terus
menerus jatuh dalam lubang kejahiliyyahan. Ketimpangan sosial antara kaum
bangsawan kaya-raya dengan kaum miskin, perbudakan yang semakin tidak manusiawi
menjadi hal-hal yang dipikirkan beliau dan mencari solusi untuk semua. Tibalah
ketika beliau berkontemplasi di gua Hira untuk memikirkan kondisi umat, turun
malaikat Jibril atas perintah Allah untuk membawa risalah langit kepada nabi
Muhammad. Surah Al Alaq 1-5 menjadi ayat pertama yang diperoleh nabi Muhammad
melalui perantara malaikat Jibril. Bacalah, dengan menyebut nama tuhanmu
yang telah menciptakanmu. Begitulah bunyi ayat pertama surah Al Alaq yang
mampu membuat badan sang Rasul menggigil dan merasa ketakutan. Tapi dari
situlah, gagasan revolusioner bernama dakwah tauhid berhasil membawa perubahan
dalam struktur sosial dan masyarakat kota Makkah.
Mayoritas masyarakat Makkah yang
menganut politeisme merasa terganggu terhadap kehadiran Muhammad yang membawa
gagasan monoteisme. Beliau dikatakan orang gila, tukang sihir, perusak tatanan
adat istiadat, dan ujaran-ujaran kebencian lainnya yang dilontarkan oleh
petinggi penguasa Makkah saat itu, bani Quraisy. Kemarahan mereka terhadap sang
Rasul makin menjadi-jadi ketika mengetahui bahwa salah satu ajaran Islam adalah
penghapusan perbudakan, zakat, dan sikap saling berbagi. Ajaran Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad pun justru disambut baik dari kalangan budak yang
berasal dari Habasyah (Etiopia). Satu persatu para budak itu mulai memeluk
ajaran Islam secara diam-diam agar tidak ketahuan oleh tuannya para bangsawan
Quraisy.
Mungkin tidak asing dengan nama
Bilal ibn Rabbah. Seorang budak hitam-legam asal Habasyah yang akhirnya jatuh
hati kepada Islam karena salah satu ajaran Islam adalah memuliakan budak dan
setiap orang adalah sama. Berbeda dengan yang dilakukan oleh para bangsawan
Quraisy yang bersikap semena-mena terhadap budaknya sendiri. Bilal pun memeluk
Islam, dan memancing kemarahan tuannya yang merupakan bangsawan Quraisy,
Umayyah bin Khalaf. Akibatnya? Bilal disiksa ditengah gurun pasir yang panas
dan ditindih dengan batu besar dibadannya. Teriakan lantang Ahad, Ahad, Ahad,
mengirimkan pesan pada kaum penindas bahwa ada Allah yang senantiasa
menolongnya.
Senada dengan Bilal, penindasan
serupa dialami oleh seorang budak wanita bernama Sumayyah dan suaminya Yasir
yang merupakan orang tua dari Ammar ibn Yasir. Deklarasi keimanan dua orang
tadi ternyata membuat murka tuannya, dan berujung pada penyiksaan. Hingga akhirnya
Sumayyah dan Ammar menjadi syuhada pertama dalam sejarah Islam. Tak hanya itu,
ketika negara Madinah telah dideklarasikan dan Islam menjadi institusi negara,
sang Rasul pun mengirimkan surat kepada para penguasa di sekitar Jazirah Arab
untuk memeluk Islam dan mengakui bahwa Allah adalah satu-stunya tuhan yang
harus disembah, tak terkecuali negara adidaya Romawi dan Persia. Dan keduanya
pun menganggap Islam sebagai ancaman baru bagi kekuasaan mereka karena Islam
membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan
kepada Allah semata. Lagi-lagi, islam memberikan kekuatan tersendiri bagi kaum mustadhafin
dan orang-orang kelas bawah yang tunduk pada kekuasaan negara adidaya dan
kerajaan-kerajaan disekitarnya.
Dilanjut pada era Futuhat
dunia. Pembebasan Islam terhadap Dunia salah satu yang mendasarinya adalah
adanya penindasan yang dilakukan oleh para penguasa zalim terhadap rakyatnya. Lihat
saja yang dilakukan oleh dinasti Umayyah yang mengutus Thariq bin Ziyad untuk
membebaskan Andalusia dari cengkraman kerajaan Visigoth, dikuasainya Andalusia
menjadi cikal bakal terang benderangnya cahaya Islam dari segi Ilmu
pengetahuan. Atau tindakan zalim penguasa terakhir dinasti Umayyah yang harus
menelan pahitnya revolusi yang dilakukan bani Abbas untuk menegakkan keadilan,
sehingga berdirilah dinasti Abbasiyah yang menaungi hampir seluruh Arabia, dan
Persia.
Itulah Islam. Jauh sebelum Marx
menerbitkan mahakaryanya yang berjudul Das Kapital dan konspsi
perjuangan kelasnya, Islam telah lebih dahulu menunjukkan perjuangan kelas
dengan caranya sendiri. Kalau konsepsi perjuangan kelas ala Marx dan kaum
Komunis berkaitan dengan harta, tahta, dan kuasa, serta hanya berorientasi
duniawi, maka konsepsi perjuangan kelas paling utama dalam Islam adalah
pembebasan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan
manusia kepada Allah semata, serta menanamkan spirit menolak kezaliman terhadap
siapapun termasuk terhadap kaum mustadhafin atau kaum lemah dan
dilemahkan (budak, anak yatim, kaum fakir-miskin, rakyat jelata), serta bukan
berorientasi duniawi melainkan orientasi ukhrowi.
Siap melakukan pembebasan?
Komentar
Posting Komentar