Islam, Tradisi Keilmuan, dan Peradaban Dunia
Oleh: Muhammad Akmal Ashari
Pendahuluan
Ada beberapa hal yang saat ini menjadi bagian dari perkembangan
dunia, yakni ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan dari tradisi keilmuan manusia sejak berabad-abad silam. Layaknya
sebuah ruang gelap yang memerlukan sebuah pelita, maka peradaban manusia sejak
ribuan tahun lalu hingga zaman modern ini memerlukan ilmu sebagai penerangnya.
Dan kini, pada abad ke-21 ketika ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dikembangkan sejak lama oleh manusia mencapai titik tertingginya dan masih ada
inovasi progresif terhadap teknologi, maupun peninjauan ulang terhadap ilmu
pengetahuan yang telah dinarasikan sejak lama.
Namun ada
yang menarik ketika membahas tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah mencapai puncaknya pada abad ke-21. Ilmu pengetahuan dan
teknologi (selanjutnya: Iptek) yang ada sekarang tentu saja tidak terlepas dari
perkembangan iptek yang telah ada sejak masa lampau. Misalkan seperti ini, mata
pelajaran matematika tidak akan ada perkembangan yang signifikan jika hanya
menggunakan angka Romawi, dan justru mengalami perkembangan yang cukup
signifikan ketika angka 0 (nol) ditemukan oleh para ilmuwan. Masih banyak lagi
contoh-contoh yang dapat kita ambil sebagai bukti bahwa iptek masa kini tidak
lepas dari iptek pada masa lampau, ratusan bahkan ribuan tahun lalu.
Lalu,
peradaban macam apa yang mampu mempengaruhi iptek pada zaman modern ini? Apakah
hanya satu atau dua peradaban saja? Atau banyak peradaban namun ada satu yang
benar-benar mempunyai pengaruh besar bagi perkembangan iptek dunia dan membantu
umat manusia? Jawaban-jawaban itu akan dijelaskan pada tulisan ini.
Titik balik peradaban dunia
Sejarawan meyakini bahwa peradaban umat manusia berkembang dari
zaman yang begitu sederhana menjadi zaman yang penuh dengan dinamika, serta
perkembangan pola pikir dari irrasional menuju rasional. Inilah beberapa hal
yang mendasari bagaimana perkembangan iptek dapat sebegitu pesatnya ketika
zaman mulai berubah. Pada awalnya manusia masih menggunakan alat, teknologi,
dan pemikiran yang begitu sederhana. Penggunaan batu dan kayu sebagai bahan
utama pembuatan sebuah alat menjadi cikal bakal perkembangan peralatan modern. Begitupula
dengan akal pikiran manusia, manusia melihat fenomena alam yang awalnya
dihubung-hubungkan dengan mitos, akhirnya dapat membuktikannya secara ilmiah
dan menggunakan akal pikirannya dengan baik.
Muncullah
peradaban-peradaban kuno yang agung, mulai dari peradaban Sumeria, Asyiria,
Akkadia, Mesir, Yunani, Cina, Romawi, Persia. Pada masa itu, peradaban manusia
pada zaman kuno mencapai titik tertingginya, dan salah satu faktor utamanya
adalah tradisi keilmuan dan teknologi yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa
tersebut. Penemuan aksara, kertas dan lembaran-lembaran menjadi penanda utama
tradisi keilmuan mulai berkembang pada peradaban-peradaban tersebut. Manusia
mulai menarasikan apa yang dirasakan oleh indera mereka dalam goresan tinta
hitam diatas kertas dan lembaran-lembaran.
Beragam aspek
kehidupan manusia tercatat dalam lembaran-lembaran sederhana tersebut.
Pemikiran manusia, teknologi manusia, serta kehidupan manusia, terekam dan
menjadi landasan berpikir dan bertindak bagi manusia dimasa yang akan datang. Tradisi
keilmuan yang dilakukan oleh manusia masa lampau akhirnya dijadikan dasar
filosofis bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan menjadi tonggak peradaban
dunia.
Muncullah dua peradaban yang dianggap
menjadi puncak peradaban dunia kuno, Romawi dan Persia sekaligus menandakan
peradaban dunia kuno berakhir pada era Romawi dan Persia. Romawi yang megah dan
kekaisarannya seluas samudera harus rela berakhir pada tahun 476 Masehi
ditangan suku-suku Barbar di Eropa dan terpecah menjadi dua kekaisaran di Barat
dan Timur. Sedangkan Persia, harus rela kalah dari sebuah peradaban baru yang
kelak akan mendominasi dunia selama berabad-abad lamanya. Dan kekaisaran Persia
harus runtuh pada tahun 650 Masehi dan menjadi bagian dari peradaban baru
hingga abad ke-13.
Refleksi sebuah peradaban baru
Sekitar 94 tahun setelah keruntuhan kekaisaran Romawi, lahirlah
seorang manusia yang amat sangat ditunggu kehadirannya oleh alam semesta.
Begitu ia dilahirkan, seolah alam semesta menyambutnya dengan gembira. Kelak
bayi mungil yang lahir pada tahun 570 masehi ini akan membawa perubahan besar
bagi dunia dengan ajaran yang dibawanya, serta merombak seluruh tatanan
kehidupan umat manusia. Bayi itu bernama Ahmad (Muhammad), seorang utusan Tuhan
yang terakhir dan membawa sebuah risalah langit yang dinamakan Islam
(keselamatan).
Beliau
membawa ajaran Islam yang langsung diturunkan oleh Tuhan melalui kitab yang
bernama AlQuran. Dan dari situlah titik balik peradaban dunia yang saat itu
sedang mengalami masa-masa kegelapan dan menghadapi kejamnya kebodohan. Ajaran
yang dibawakan oleh beliau berhasil mencetak sebuah peradaban baru yang belum
pernah dilihat sebelumnya oleh umat manusia. Sebuah kolaborasi luar biasa
antara keyakinan (faith) dan juga ilmu pengetahuan mampu menembus pola
pikir manusia ketika itu. Memang pada masa-masa itu, khususnya di Eropa ilmu
pengetahuan yang berkembang semua bersumber dari kitab suci dan kebenaran
dimonopoli oleh pihak gereja dengan dogma gereja yang begitu terkenal. Dan
inilah yang membuat bangsa Eropa enggan melakukan reformasi cara berpikir dan
hidup dalam kungkungan gereja.
Namun
perbedaan terlihat di kawasan Timur. Dinasti Umayyah dan Abbasiyah sebagai
representasi Islam justru berada dalam puncak kejayaannya dalam berbagai bidang
kehidupan. Tradisi-tradisi keilmuan begitu terlihat pada dinasti-dinasti Islam
yang berkuasa saat itu. Ditambah lagi, daerah Andalusia yang merupakan bagian
dari benua Eropa juga mengalami kondisi serupa dengan dinasti lainnya di Timur.
Tradisi keilmuan telah mencapai puncaknya pada abad ke 8 hingga abad ke 15.
Ilmu
merupakan narasi peradaban dan agama menjadi cahayanya. Ungkapan tadi bukanlah
ungkapan main-main, namun sudah benar-benar terbukti dalam sejarah dunia bahwa
Islam menerangi peradaban dunia dengan ilmu pengetahuan. Narasi keilmuan Islam
telah memberikan secercah harapan dan secercah cahaya di ruangan yang gelap
gulita dengan ilmu pengetahuan.
Masa Keemasan dan Kejayaan
Islamic Golden Age, begitulah para sejarawan dunia
menjelaskan bagaimana sebuah peradaban besar mampu membawa perubahan bagi dunia.
Dimana ilmu pengetahuan dan tradisi keilmuan bgitu dihargai dan disokong secara
besar-besaran oleh pemerintah dan institusi keagamaan saat itu. Berbagai genre
ilmu pengetahuan mulai dari filsafat, teknologi, seni, sastra, ilmu pasti, dan
lain sebagainya dikembangkan dengan sedemikian rupa dan mengubah wajah
peradaban dunia menjadi lebih berwarna. Misalkan, filsafat Yunani yang semula
tenggelam dalam peradaban pasca kejatuhan Romawi dan Yunani serta bangkitnya
Gereja yang antipati terhadap ilmu pengetahuan filsafat, seolah dibangkitkan
kembali pada masa Islamic Golden Age, dan tulisan-tulisan karya Plato,
Aristoteles, beserta tulisan para filsuf Yunani lainnya kembali dibaca oleh
ilmuwan-ilmuwan muslim, diajarkan di universitas-universitas muslim, dan
puncaknya diajarkan kembali kepada orang-orang Eropa yang belajar di
universitas kaum muslimin.
Para ilmuwan sepakat bahwa ilmu
filsafat merupakan induk dari berbagai macam ilmu pengetahuan. Dan dari sanalah
ilmuwan muslim berhasil menemukan sesuatu yang belum pernah ditemukan oleh
manusia-manusia sebelumnya. Dari filsafat Yunani, muncullah ilmu-ilmu lainnya
yang dikembangkan oleh ilmuwan muslim. Pernah dengar nama Al-Khawarizmi? Ya ia
merupakan salah satu ilmuwan muslim dalam bidang matematika. Pengetahuannya
akan tulisan-tulisan filsuf Yunani seperti Phytagoras, Euclides dan lain-lain
menjadi landasan awal bagaimana ia mengembangkan ilmu matematika. Ditambah lagi
ketidakefisiennya penggunaan angka Romawi yang saat itu sedang marak digunakan.
Puncaknya, ia menemukan angka 0 (nol), dan sampai sekarang kiprahnya dalam
penemuan angka 0 mampu mengubah dunia. Itu hanya satu diantara banyak penemuan
yang berasal dari ilmuwan musllim. Selebihnya? Banyak dan tersebar di seluruh
kawasan yang dikuasai oleh umat Islam (termasuk Andalusia).
Ilmu
pengetahuan seakan menjadi barang mewah setelah harta kekayaan dan kekuasaan.
Para raja dan sultan (red: khususnya masa Abbasiyah dan Andalusia) begitu
menghargai ilmu pengetahuan, misalnya penguasa Abbasiyah saat itu yang bernama Harun
Al Rasyid begitu mencintai ilmu pengetahuan, sastra dan seni (pada masa itu
muncul kisah legendaris 1001 Malam). Dinasti Abbasiyah menjadi tiang
penyangga peradaban Islam kala itu selain Andalusia. Banyak bermunculan para
ilmuwan-yang-ulama, maupun ulama-yang-ilmuwan. Seakan teringat perkataan dari
Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah, “peradaban Islam terbangun dari hitamnya
tinta para ulama, dan merahnya darah para syuhada..” (red: maaf jika ada
kesalahan redaksional), seakan memberikan pencerahan kembali atas pemikiran
kita bahwa hitamnya tinta menjadi salah satu dasar bagi perkembangan peradaban
hingga kepada puncaknya.
Lantas sudah
sampai manakah andil kita sebagai seorang pemuda muslim dalam menyongsong
kembali peradaban Islam? Terlebih sebagai generasi muda muslim dari
kalangan intelektual (pelajar dan
mahasiswa), inilah kesempatan besar untuk menyongsong kembali peradaban umat
sehingga Abbasiyah dan Andalusia baru dapat kembali berdiri dengan tangguh
menghadapi kuatnya persaingan global dizaman modern. Tugas membangkitkan dan
menyukseskan peradaban ini bukan hanya tugasmu, ataupun tugasmu. Namun ini
adalah tugas kita semua sebagai seorang muslim yang peduli akan kejayaan
peradaban Islam dimasa yang akan datang.
“Bangkitnya tamaddun baru bukan tujuanku pun tujuanmu, tapi ini adalah tujuan kita”
Komentar
Posting Komentar