Sejarah Islam tanpa Kisah Perang: Sebuah Kebodohan
Oleh: Muhammad Akmal Ashari
Baru
saja kita melihat ada sebuah wacana yang unik (aneh lebih tepatnya) dari salah
satu kementrian, inisialnya Kementrian Agama untuk meniadakan materi tentang
perang dalam mapel (mata pelajaran) Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Wacana ini disampaikan oleh direktur
Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan Madrasah Kemenag, dan akan
diberlakukan ditahun ajaran baru 2020 mendatang.
Lagi-lagi
alasan dan isu soal radikalisme, isu perang atas nama agama dan lain sebagainya
menjadi dasar dari wacana yang penuh dengan kebodohan ini. Hanya dengan alasan;
“Islam itu ramah”, lalu “tidak mau Islam dianggap sebagai agama perang “, dan
alasan-alasan lain yang sebenarnya tidak masuk akal. Padahal, kisah-kisah
perang dalam sejarah Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
sejarah panjang umat Islam, sebagaimana kisah Perang Salib merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah panjang umat Kristiani dan juga umat
Islam dan sebagaimana pula kisah Perang Kemerdekaan yang tidak bisa dipisahkan
dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Lagipula, kalau memang benar nantinya kisah
perang mau dihapuskan dalam mata pelajaran Sejarah Islam, lantas bagaimana kita
mau meneladani sikap Rasulullah ketika berhadapan dengan musuh-musuhnya?
Bagaimana pula nantinya anak-didik bisa mengetahui dan belajar dari tokoh-tokoh
seperti Khalid bin Walid, Abu Ubaidah bin Jarrah, Saad bin Abi Waqqash,
Salahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih dan jawara-jawara muslim lainnya selain
dari kisah peperangan? Toh, dalam kisah peperangan itu pelajaran yang diambil
bukanlah pelajaran untuk membunuh sesama manusia, melainkan belajar adab-adab
perang yang diajarkan oleh Rasulullah, belajar faktor-faktor kemenangan umat
dalam peperangan, sekaligus belajar faktor-faktor kekalahan umat dalam beberapa
peperangan, bahkan belajar tentang ghirah dan semangat dalam perjuangan. Kalau
bukan dari kisah-kisah perang, lantas belajar dari mana? Dari Hongkong?
Oke
dilanjut.
Lalu
dalam wacana tersebut, mapel SKI akan lebih menonjolkan peran umat Islam dalam
perkembangan peradaban dunia. Hal itu bagus, tapi apakah harus menghapuskan
peran yang satu lagi (red:kisah-kisah perang)? Tak bisa bosku. Sejarah Islam
merupakan satu kesatuan dari jati diri umat Islam sejak masa lampau sampai
sekarang. Iya memang dalam keberjalanannya, umat Islam mengalami banyak sekali
dinamika dan perannya dalam perkembangan sejarah dunia. Misal Perang Salib yang
dimenangkan umat Islam, justru menjadi titik balik bangsa Eropa mengalami
Renaisans dan Aufklarung, atau bahkan yang sering jadi bahan gorengan yakni
perebutan kekuasaan yang berdarah-darah selama dinasti-dinasti muslim berkuasa,
itu semua merupakan bagian dari perjalanan sejarah umat Islam. Termasuk
kisah-kisah perang yang dilakukan oleh Rasulullah, para sahabat dan
dinasti-dinasti Islam setelahnya.
Jadi
menurut saya, ketika ingin meminimalisir pemikiran-pemikiran radikal dan
ekstrimis dikalangan umat Islam dengan cara menghapus kisah-kisah perang dalam
sejarah Islam, yang ada nantinya wawasan tentang jati diri umat Islam (red:
sejarah Islam) akan tersampaikan secara parsial dan tidak utuh, dan bahkan bisa
mendegradasi nilai-nilai perjuangan umat Islam serta menutupi sosok-sosok hebat
yang dimiliki umat Islam yang punya andil dimedan perang.
Kalau
misalnya masih ngotot ingin menghapus kisah-kisah perang dalam mapel SKI,
sekalian saja hapus materi perang Kemerdekaan dalam sejarah Indonesia, karena
itu mencitrakan bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka perang dan hobinya
berperang atas nama nasionalisme. Gimana?
Atau,
kalau perlu hapus juga materi-materi tentang perang-perang besar di dunia
karena itu menunjukkan bahwa umat manusia adalah manusia yang hobi pertumpahan
darah atas nama bangsa dan ideologi! Gimana? Beranikah?
Solusi
untuk meminimalisir pemikiran radikal sejak dini bukan dengan cara mengapus
kisah-kisah perang dalam mata pelajaran sejarah. Namun ajarkan sejarah itu
dengan baik dan utuh, serta yang difokuskan adalah mengambil hikmah dan ibroh
dari segala peristiwa yang dialami oleh umat Islam baik dari berbagai macam
peristiwa. Baik itu dari pertumpahan darah (perang), maupun tulisan tangan
(peradaban Islam), itu semua karena Islam bisa bertahan sampai saat ini salah
satu sebabnya adalah tinta hitamnya para alim ulama, dan darah merahnya para
pejuang-pejuang Islam dimasa lampau, dan tentu berkat keberkahan dan ridho dari
ﷲ.
Artinya
ajarkan sejarah itu dengan keutuhan yang sebenar-benarnya, karena kita bukan hanya belajar sejarah, tapi juga belajar dari
sejarah.
*tulisan merupakan tanggapan dari artikel:
https://www.gatra.com/detail/news/444230/milenial/kisah-perang-hilang-dalam-pelajaran-sejarah-kebudayaan-islam
Dan koran Republika rubrik Khazanah
https://www.gatra.com/detail/news/444230/milenial/kisah-perang-hilang-dalam-pelajaran-sejarah-kebudayaan-islam
Dan koran Republika rubrik Khazanah
Komentar
Posting Komentar