Ulama Perempuan dalam Arus Sejarah Peradaban Islam
(Foto: Syaikhah Rahmah el Yunusiyah, Ulama Perempuan asal Sumatera Barat. Sumber: Tirto.id)
Oleh: Muhammad Akmal Ashari
Ketika mendengar
kata ulama, mungkin yang ada dibenak kita adalah nama-nama hebat seperti Imam
Asy-Syafi’I, Imam Hanafi, Imam Hanbal, Imam Malik, dan ulama-ulama lainnya yang
berkontribusi besar dalam perkembangan khazanah keislaman. Hampir semua ulama yang
kita ketahui dan namanya masyhur ditelinga umat Islam, berasal dari kaum Adam
(laki-laki) dan jarang sekali mendengar sosok ulama yang berasal dari kaum Hawa
(perempuan). Tapi benarkah sosok ulama masyhur hanyalah dari kalangan laki-laki
dan tidak ada dari kalangan perempuan? Tidak! Faktanya banyak sekali ulama dari
kalangan perempuan yang memiliki andil besar dalam perkembangan khazanah
keilmuan Islam. Lalu siapa saja mereka?
Memori kita akan kembali
mengingat salah satu sosok Ibunda Orang-Orang Beriman, Sayyidah ‘Aisyah binti
Abu Bakar R.A. Beliau adalah sosok perempuan cerdas yang menjadi istri dari
Rasulullah. Namanya masyhur bukan hanya sebagai istri dari Rasulullah,
melainkan sebagai salah satu tokoh yang berhasil meriwayatkan ribuan hadist
Rasulullah, dan menjadi guru para sahabat sepeninggal Rasulullah. Bagi saya,
sosok Sayyidah ‘Aisyah R.A merupakan cikal bakal ulama perempuan sepanjang
sejarah peradaban Islam, keluasan ilmunya seluas samudera dan menjadi teladan
utama bagi perempuan masa kini.
Melintas zaman yang berikutnya,
adakah sosok ulama perempuan lainnya? Tentu saja ada, terutama pada masa gerakan
pembaharuan dan islah yang dilakukan oleh sosok ulama besar, Syekh Abdul Qadir
Jailani. Sosok ulama perempuan tidak ketinggalan untuk berkontribusi dalam
upaya memperbaiki keadaan umat Islam yang kala itu sedang terpecah-belah dan
terpuruk keadaannya. Ada beberapa nama yang mungkin belum diketahui oleh banyak
orang, diantaranya: Syaikhah Aisyah binti Muhammad Al Baghdadi yang menimba
ilmu di Madrasah Qadiriyyah dan diberikan ijazah dari Syekh Abdul Qadir
Jailani. Sosok Syaikhah Aisyah binti Muhammad Al Baghdadi turut mengajarkan
umat Islam dalam berbagai hal, dan menjadi panutan dalam aktivitas pengajian,
dan bimbingan keagamaan. Nama lainnya adalah Syaikhah Khashshah al Ulama binti
Al Mubarak bin Ahmad al Anshari yang menimba ilmu di madrasah Suhrawardi.
Syaikhah Khashshah bahkan memiliki sebuah tempat khusus untuk membimbing para
perempuan dalam sebuah majelis. Kira-kira kalau dizaman kita ini semacam
majelis taklimnya ibu-ibu. Nama ulama perempuan berikutnya adalah Syaikhah
Fathimah binti al Husain bin al Hasan bin Fadhliwaih, seorang muballigh
perempuan kenamaan di Baghdad. Beliau memiliki ruangan khusus untuk majelis
ilmu khusus kaum perempuan dan membimbing mereka. Diantara murid beliau ada
dari kalangan laki-laki, diantaranya Ibnu al Jauzi yang belajar kepadanya
ilmu-ilmu Alquran. Sebenarnya, masih banyak lagi ulama-ulama perempuan yang
terlibat aktif dalam upaya pembaharuan dan perbaikan umat selama periode
Ishlah. Dari tangan beliau-beliau lah, kelompok perempuan turut aktif dalam
perbaikan umat untuk menghasilkan generasi Shalahuddin.
Masih ada lagi sosok ulama
perempuan yang berkiprah pada masa Nuruddin dan Shalahuddin. Mereka semua
meneruskan perjuangan para ulama perempuan sebelum mereka dan turut ikut serta
dalam perbaikan ummat dan perjuangan jihad yang digerakkan oleh Imaduddin
Zanki, Nuruddin Zanki, dan Sholahuddin al Ayyubi. Para ulama perempuan bersama
dengan kelompok perempuan dari berbagai elemen lainnya turut berjuang
bersama-sama untuk membebaskan Baitul Maqdis dari tangan Pasukan Salib. Nah,
diantara banyak tokoh perempuan pada masa Nuruddin dan Sholahuddin, tercatat ada
banyak ulama perempuan yang berperan penting dalam perjuangan dakwah Islam.
Beberapa nama ulama perempuan yang dikenal antaranya; Sayyidah Zumurrud Khatun,
istri Sultan Buri bin Thaftakin adalah salah satu sosok ulama perempuan yang
berasal dari kalangan elit istana. Namun, setelah peristiwa wafatnya sultan
Imaduddin Zanki, Sayyidah Zumurrud Khatun lebih memilih menetap di Halab
(Aleppo) dan aktif dalam kegiatan belajar mengajar Alquran dan Mazhab Hanafi.
Sayyidah Zumurrud Khatun bahkan mendirikan sebuah madrasah yang dimanfaatkan
untuk umat yang dikenal sebagai Madrasah Khatuniyyah di Damaskus. Nama lain
yang terkenal Sayyidah Ishmatuddin Khatun yang merupakan istri dari Nuruddin
Zanki. Beliau dikenal sebagai ahli fiqih Mazhab Hanafi dan selalu menghidupkan
malamnya dengan shalat dan berdzikir. Sepeninggal Nuruddin, Sayyidah
Ishmatuddin menikah dengan Sholahuddin al Ayyubi dan turut aktif dalam
perjuangan pembebasan Palestina. Dirinya turut aktif dalam jihad pendidikan
seperti mewakafkan Madrasah Khatuniyah agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Selama masa pemerintahan Nuruddin dan Sholahuddin, banyak ulama perempuan yang
berkiprah dan berasal dari kalangan elit pemerintahan seperti istri pejabat.
Salah satu diantaranya adalah Syaikhah Fathimah binti Saad al Khair al Anshari,
dirinya berjuang dalam jihad politik dan pendidikan bersama Zainuddin Ali bin
Naja yang merupakan suaminya dan penasehat politik Sholahuddin. Syaikhah
Fathimah banyak menerima murid bahkan menganugerahkan ijazah kepada beberapa
ulama seperti Syekh Al Mundzir dan Syekh Ahmad bin al Khair Salamah.
Ada sebuah kitab yang berjudul At Takmilah li Wafayat an Naqalah karya
Syekh Al Mundziri, beliau bahkan menyebut banyak sekali daftar nama ulama
perempuan yang berkontribusi dalam perjuangan umat Islam. Tercatat, dalam kitab
yang dituliskan beliau ada sekitar 15 ulama perempuan dalam volume pertama, dan
12 ulama perempuan lainnya dalam volume kedua. Sebenarnya masih ada banyak lagi
dalam kitab At Takmilah, namun tdk disebutkan secara mendetail.
Melompat jauh dari negeri-negeri
Islam di Afrika dan Timur Tengah, kita menuju ke kepulauan Nusantara. Negeri
ini tidak pernah sekalipun kekurangan stok para ulama, termasuk ulama-ulama
perempuan yang turut berkontribusi dalam upaya dakwah Islam dan perjuangan
kemerdekaan negerinya dari cengkraman penjajah dan aksi penjajahan. Tercatat,
ada beberapa nama ulama perempuan asli Nusantara yang turut berdakwah di negeri
ini, diantaranya adalah Cut Nyak Dhien. Loh, bukankah beliau adalah panglima
perang? Iya memang benar, tetapi identitas beliau sebagai ulama perempuan tidak
banyak diketahui oleh publik demi menghindari mata-mata Belanda. Cut Nyak Dhien
setelah ditangkap dan diasingkan ke Jawa Barat, beliau bahkan turut aktif mengajar
urusan agama untuk masyarakat sekitar dan dikenal sebagai seorang ulama
perempuan yang menanamkan ruh Islam dibumi Priangan. Berikutnya adalah Nyai
Ageng Tegalrejo yang merupakan nenek dari Pangeran Diponegoro. Dari beliau lah,
Pangeran Diponegoro dibentuk karakternya sehingga menjadi seorang pemimpin yang
Islami. Diabad ke-19 dan 20, ada ulama perempuan Nusantara yang bernama Syaikhah
Fathimah binti Abdusshomad al Falimbani. Beliau adalah satu dari 3 orang ulama
hadis perempuan yang dikenal, selain Syaikhah Ummatullah binti Abdul Ghani al
Dahlawi dari India, dan Syaikhah Fathimah binti Ya’qub al Makki dari Mekkah.
Syaikhah Fathimah binti Abdusshomad al Falimbani yang merupakan ulama hadis
perempuan termasyhur merupakan guru ulama besar Nusantara yang bernama Syekh
Nawawi al Bantani tatkala menimba ilmu di kota Mekkah. Di Sumatera Barat, ada
sosok seorang ulama perempuan yang bernama Syaikhah Rahmah el Yunusiyah yang menjadi
pelopor berdirinya Madrasah Diniyah Putri di Sumatera Barat pada tanggal 1
November 1923. Oleh Universitas al Azhar Mesir, beliau dianugerahi gelar
kehormatan Syaikhah.
Dari pemaparan tersebut, semakin
membuktikan bahwa Islam hadir di muka bumi untuk membawa kebaikan bagi seluruh
alam semesta, terkhusus sebagai umat manusia dan kaum perempuan. Islam
mengangkat derajat kaum perempuan setelah mengalami penindasan yang dialami
ketika masa sebelum Islam, terutama dalam bidang pendidikan. Disaat kaum perempuan
di Eropa masih terbelenggu oleh budaya mereka sendiri yang membatasi aktivitas
perempuan lalu memperjuangkan kesetaraan gender, kaum muslimah terdahulu telah
membuktikan kemampuan mereka dalam bidang keilmuan dan berbagai bidang lainnya
tanpa harus menuntut kesetaraan. Mengapa? Karena ruh Islam telah merasuk kuat
dalam jiwa mereka dan mereka pun menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan
apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah sejak lama.
Referensi:
1.
Model Kebangkitan Umat Islam – Majid Irsan al Kilani
2.
Buya Hamka Berbicara tentang Perempuan – Hamka
3. Peran Perempuan dalam Melestarikan Kitab Shahih
Bukhari Muslim Sejak Abad ke-4 hingga 14H – Shafiyah Idris Fallata
4.
www.nu.or.id/post/read/83393/syekhah-fathimah
5.
www.jaringansantri.com/siapa-sebenarnya-ulama-perempuan-nusantara